PENGERTIAN EJAAN
Ejaan dapat ditinjau dari dua segi,
yaitu segi khusus dan segi umum, secara khusus ejaan dapat diartikan sebagai
pelambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf
maupun huruf yang telah disusun menjadi kata, kelompok kata atau kalimat.
Secara umum, ejaan berarti
keseluruhan ketentuan yang mengatur pelambangan bunyi bahasa,termasuk pemisahan
dan penggabungannya yang dilengkapi pula dengan penggunaan tanda baca.
Dari keterangan tersebut, kita dapat
menyimpulkan bahwa ejaan merupakan hal-hal mencakup penulisan huruf, penulisan
kata, termasuk singkatan, akronim, angka dan lambang bilangan, serta penggunaan
tanda baca. Selain itu, juga tentang pelafalan dan peraturan dalam penyerapan
unsur asing.
FUNGSI EJAAN
Dalam kaitannya dengan pembakuan
bahasa, baik yang menyangkut pembakuan tata bahasa maupun kosakata dan
peristilahan, ejaan mempunyai fungsi yang sangat penting. Fungsi tersebut
antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai landasan pembakuan tata
bahasa
b. Sebagai landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, serta
c. Alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia
b. Sebagai landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, serta
c. Alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia
Di samping ketiga fungsi yang telah disebutkan diatas, ejaan sebenarnya juga mempunyai fungsi yang lain. Secara praktis, ejaan berfungsi untuk membantu pemahaman pembaca di dalam mencerna informasi yang disampaikan secara tertulis.
SEJARAH
EYD
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang
Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya
merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia
ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep
ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar
surat keputusan menteri pendidikan
dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan
bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein
Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri.
Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang
telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) dan bahasa
Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Pada tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru
untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan
Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja
panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan
dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang
dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan
Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan bahasa Indonesia yang telah kita kenal ternyata
mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah
mempunyai tujuan untuk penyempurnaan.
Adapun ejaan-ejaan yang pernah dipergunakan dalam bahasa
Indonesia adalah :
1. Ejaan
van Ophuysen
Ejaan van Ophuhysen atau yang juga dikenal dengan ejaan
Balai Pustaka dipergunakan sejak tahun 1901 hingga bulan Maret 1947. Disebut
Ejaan van Ophuysen karena ejaan itu merupakan hasil karya dari Ch. A. van
Ophuysen yang dibantu oleh Engku Nawawi. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat
Melayu. Disebut dengan Ejaan Balai Pustakan karena pada waktu itu Balai
Pustaka merupakan suatu lembaga yang terkait dan berperan aktif serta cukup
berjasa dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
Beberapa hal yang cukup menonjol dalam ejaan van Ophusyen
antara lain :
a. Huruf y ditulis
dengan j.
Misalnya:
EYD
|
Ejaan van Ophusyen
|
Sayang
Yakin
Saya
|
Sajang
Jakin
Saja
|
b. Huruf u ditlus
dengan oe
Misalnya:
EYD
|
Ejaan van Ophusyen
|
Umum
Sempurna
Surat
|
Oemoem
Sempoerna
soerat
|
c. Huruf k pada
akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma di atas.
Misalnya:
EYD
|
Ejaan van Ophusyen
|
Rakyat
Bapak
Makmur
|
Ra’yat
Bapa’
Ma’moer
|
d. Huruf j di
tulis dengan dj.
Misalnya:
EYD
|
Ejaan van Ophusyen
|
Jakarta
Raja
Jangan
|
Djakarta
Radja
Djangan
|
e. Huruf c ditulis
dengan tj.
Misalnya:
EYD
|
Ejaan van Ophusyen
|
Pacar
Cara
Curang
|
Patjar
Tjara
Tjurang
|
f. Gabungan konsonan kh ditulis
dengan ch.
Misalnya:
EYD
|
Ejaan van Ophusyen
|
|
Khawatir
Akhir
Khazanah
|
Chawatir
Achir
Chazanah
|
2. Ejaan
Republik
Ejaan Republik adalah merupakan hasil penyederhanaan dari
pada Ejaan van Ophuysen. Ejaan Republik mulai berlaku pada tanggal
19 Maret 1947. Pada waktu itu yang menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan Republik Indonesia adalah Mr. Suwandi, maka ejaan
tersebut dikenal pula atau dinamakan juga dengan Ejaan Suwandi.
Ejaan Repulik ini merupakan suatu usaha perwujudan dari
Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1938 dan
yang menghasilkan suatu keputusan penyusunan kamus istilah.
Beberapa perbedaan yang tampak dalam Ejaan Republik
dengan ejaan Ophusyen dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini :
a. Gabungan
huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u dalam
Ejaan Republik.
b. Bunyi hamzah (‘) dalam
Ejaan van Ophusyen diganti dengan kdalam Ejaan Republik.
c. Kata ulang
boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
d. Huruf e taling
dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
e. Tanda trema (“) dalam
Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan Republik.
Agar perbedaan kedua ejaan itu menjadi
lebih jelas, di bawah ini diberi beberapa contoh.
Ejaan van Ophusyen
|
Ejaan Republik
|
Oemoer
Koeboer
Ma’loem
|
Umur
Kubur
Maklum
|
3. Ejaan
Pembaharuan
Ejaan pemabahruan merupakan suatu ejaan yang direncanakan
untuk memperbaharui Ejaan Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitia Pembaharuan
Ejaan Bahasa Indonesia.
Konsep Ejaan Pembaharuan yang telah berhasil disusun itu
dikenal sebuah nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah mengetuai
panitian ejaan itu. Yaitu Profesor Prijono dan E.
Katoppo.
Pada tahun 1957 panitia dilanjutkan itu berhasil
merumuskan patokan-patokan ejaan baru. Akan tetapi, hasil kerja panitia itu
tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah
diberlakukan.
Salah satu hal yang menarik dalam konsep Ejaan
Pembaharuan ialah disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan
dengan huruf tunggal. Hal itu, antara lain tampak dalam contoh di bawah ini.
a. Gabungan
konsonan dj diubah menjadi j
b. Gabungan konsonan tj diubah
menjadi ts
Gabungan
konsonan ng diubah menjadi ŋ
d. Gabungan konsonan nj diubah
menjadi ń
e. Gabungan
konsonan sj diubah menjadi š
Kecuali itu, gabungan vokal ai,
au, dan oi, atau yang lazim disebut diftong ditulis
berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw, dan oy.
Misalnya:
EYD
|
Ejaan Pembaharuan
|
Santai
Gulai
Harimau
Kalau
Amboi
|
Santay
Gulay
Harimaw
Kalaw
amboy
|
4. Ejaan
Melindo
Ejaan Melindo (Melayu- Indonesia), merupakan suatu hasil
perumusan ejaan Melayu dan Indonesia pada tahun 1959. Perumusan Ejaan Melindo
ini diawali dengan diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia yang kedua pada
tahun 1945, di Medan, Sumatera Utara. Bentuk rumusan Ejaan Melindo adalah
merupakan bentuk penyempurnaan dari ejaan sebelumnya. Tetapi Ejaan Melindo ini
belum sempat dipergunakan, karena pada masa-masa itu terjadi konfrontasi antara
negara kita Republik Indonesia dengan pihak Malaysia.
5. Ejaan
Baru (Ejaan LBK)
Ejaan baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha
yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di
samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia.
Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama
Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan
dan kebudayaan no.062/67,tanggal 19 september 1967.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK,
antara lain :
a. Gabungan
konsonan dj diubah menjadi j
Misalnya :
EYD
|
Ejaan Baru
|
Remaja
Jalan
Perjaka
|
Remadja
Djalan
Perdjaka
|
b. Gabungan konsonan tj diubah
menjadi j
Misalnya:
EYD
|
Ejaan Baru
|
Cakap
Baca
Cipta
|
Tjakap
Batja
Tjipta
|
c. Gabungan
konsonan nj diubah menjadi ny
Misalnya:
EYD
|
Ejaan Baru
|
Sunyi
Nyala
Bunyi
|
Sunji
Njala
Bunji
|
d. Gabungan konsonan sj diubah
menjadi sy
Misalnya:
EYD
|
Ejaan Baru
|
Syarat
Isyarat
Syukur
|
Sjarat
Isjarat
Sjukur
|
e. Gabungan
konsonan ch diubah menjadi kh
Misalnya:
EYD
|
Ejaan Baru
|
Takhta
Makhluk
Ikhlas
|
Tachta
Machluk
Ichlas
|
6. Ejaan
Yang Disempurnakan
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari
Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus
1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh
Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan
tersebut dikenal dengan namaEjaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa
Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan
Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD,
antara lain:
a.
Perubahan Huruf
Ejaan Lama
|
EYD
|
Djika
Tjakap
Njata
Sjarat
Achir
Supaja
|
Jika
Cakap
Nyata
Syarat
Akhir
Supaya
|
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD antara lain :
1) Penulisan huruf,
termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2) Penulisan kata.
3) Penulisan tanda
baca.
4) Penulisan singkatan
dan akronim.
5) Penulisan angka dan
lambang bilangan.
6) Penulisan unsur
serapan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ridiawan.blogspot.com/2012/02/perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia.html
0 comments:
Post a Comment